Kamis, 18 April 2013

Dampak Kekerasan Orangtua Terhadap Psikologis Anak


Orang tua seringkali mengaitkan prilaku kasar terhadap anaknya dengan pelatihan mental. Hal tersebut diyakini oleh mayoritas orang tua pedesaan yang umumnya tidak memiliki jenjang pendidikan yang tinggi. Mereka para ortu ini beranggapan bahawa memarahi, memukul dan membentak saat anaknya nekal merupakan gemblengan yang dapat melatih mereka dalam menghadapi kerasnya dunia dan kuat saat menghadapi tekanan dari lingkungannya kelak.

Mungkin pemikiran tersebut tidak sepenuhnya salah. Anak yang sudah terbiasa mendapatkan bentakan, makian, pukulan fisik, dan sebagainya cenderung kebal menghadapi dunia luar. Namun kenyataannya, dampak dari kekerasan oangtua lebih banyak negatifnya ketimbang dampak positif.

Sejauh pengamatan dan pengalaman saya pribadi, justru orang tua yang memarahi anaknya akan menanamkan kemarahan pula dalam jiwa anaknya. Bentakan mengajarkan ia untuk terbiasa membentak orang lain. Makian mendidik anak untuk memaki orang lain yang memang ingin dia maki. Pada akhirnya semua itu terkumpul dalam jiwa si anak, membentuk kepribadian yang tidak sehat. Sehingga ia sakit dalam dunia sosial, terasing, dijauhi, dibenci, dan dimusuhi dalam pergaulannya.

Tak hanya itu, orang tua yang mendahulukan kekerasan ketimbang memilih mengajarkan kelembutan dan komunikasi yang baik saat anaknya nakal, atau berbuat salah, biasanya membuat si anak jadi pribadi yang pendiam. Karena dia terbiasa tidak memiliki kesempatan untuk mengutarakan alasan, keinginan, serta mengekspresikan kondisi emosinya dengan cara baik-baik. Semua gejolak jiwanya terpendam dihalangi rasa takut. Sehingga si anak memilih cara aman sengan diam. Dan tak dipungkiri, semua kondisi dan kebiasaan dalam lingkungan keluarga ini dapat membentuk karakter dalam dirinya. Menjadi orang yang pendiam, pemurung, pendendam, menganggap orang lain sebagai ancaman, dan kesulitan dalam bergaul.

Akibat dari kekerasan dalam keluarga yang dilakukan orang tua akan berdampak pada kehidupan sang anak. diantaranya:

1.         Kurang mampu berkomunikasi dengan baik.

2.       Dijauhi lingkungannya.

3.       Tak punya banyak teman dan pergaulannya sempit.

4.      Takut mengutarakan pendapat, unek-unek, dan canggung meminta bantuan orang lain.

Di antara akibat di atas mungkin dapat diatasi saat si anak beranjak dewasa dan mampu berubah dengan belajar dari kesalahannya. Namun tak sedikit yang tidak mampu keluar dari jeratan dampak pendidikan orang tua yang salah ini. Sifat tersebut terus melekat hingga tua dan sulit menemukan kebahagiaan hidup.

Oleh karena itu alangkah bijaknya bila para orang tua menghindari kekerasan baik fisik maupun psikis dalam mendidik anaknya. Sebenarnya menurut saya, kekerasan kebanyakan bukan semata niat orang tua untuk mendidik, tapi lebih pada egoisme ortu tersebut dalam meluapkan kekesalan, emosi, dan ketidaktahuan saat menghadapi kenakalan dan kesalahan anaknya.

Jika ingin memiliki anak yang bahagia dan sukses di kehidupan ini, maka tanamkanlah kebijaksanaan sejak ia kecil. tanamkan kebiasaan untuk bersikap ramah, bersahabat, berkomunikasi dengan baik, serta menjaga perasaan orang lain. Maka ia kan tumbuh menjadi anak yang dicintai oleh lingkungannya yang akan berimbas pada kepuasan dan kebahagiaan si anak juga.

Sobat... mungkin sobat punya pengalaman juga bagaiman orangtua mendidik dan mendampingi sanda  sejak kecil. saya harap orang tua anda termasuk orang tua yang mendidik jauh dari yang namanya kekerasan. Kalaupun sebaliknya, saya harap psikologis anda tetap baik dan lebih baik dengan bnyaknya pengalaman hidup yang anda jalani selama ini.

Semua pemaparan di atas dihasilkan dari pengamatan terhadap beberapa anak yang belajar les di tempat organisasi mahasiswa, kehidupan keluarga di desa saya, juga pertanyaan terhadap beberapa kawan yang menurut saya termasuk tipe pendiam, dijauhi orang, jarang senyum, dan yang suka mencari onar.

Anda boleh komentari tulisan ini, mungkin anda punya pendapat lain...

Thanks...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar